1 Politik, Strategi dan Penentu Kebijakan Pemerintahan

Senin, 30 Mei 2011


Definisi Atau Pengertian Politik
Secara etimologis, politik berasal dari kata Yunani polis yang berarti kota atau negara kota. Kemudian arti itu berkembang menjadi polites yang berarti warganegara, politeia yang berarti semua yang berhubungan dengan negara, politika yang berarti pemerintahan negara dan politikos yang berarti kewarganegaraan.
Politik merupakan upaya atau cara untuk memperoleh sesuatu yang dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya berkisar di lingkungan kekuasaan negara atau tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh penguasa negara. Dalam beberapa aspek kehidupan, manusia sering melakukan tindakan politik, baik politik dagang, budaya, sosial, maupun dalam aspek kehidupan lainnya. Demikianlah politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public goals) dan bukan tujuan pribadi seseorang (private goals). Politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok, termasuk partai politik dan kegiatan-kegiatan perseorangan (individu).

Hal-Hal yang Berkaitan dengan Politik
·         Partai dan Golongan
·         Hubungan Internasional
Dalam bentuk klasiknya hubungan internasional adalah hubungan antar negara, namun dalam perkembangan konsep ini bergeser untuk mencakup semua interaksi yang berlangsung lintas batas negara. Dalam bentuk klasiknya hubungan internasional diperankan hanya oleh para diplomat (dan mata-mata) selain tentara dalam medan peperangan. Sedangkan dalam konsep baru hubungan internasional, berbagai organisasi internasional, perusahaan, organisasi nirlaba, bahkan perorangan bisa menjadi aktor yang berperan penting dalam politik internasional.
Peran perusahaan multinasional seperti Monsanto dalam WTO (World Trade Organization/Organisasi Perdagangan Dunia) misalnya mungkin jauh lebih besar dari peran Republik Indonesia. Transparancy International laporan indeks persepsi korupsi-nya di Indonesia mempunyai pengaruh yang besar.
Persatuan Bangsa Bangsa atau PBB merupakan organisasi internasional terpenting, karena hampir seluruh negara di dunia menjadi anggotanya. Dalam periode perang dingin PBB harus mencerminkan realitas politik bipolar sehingga sering tidak bisa membuat keputusan efektif, setelah berakhirnya perang dingin dan realitas politik cenderung menjadi unipolar dengan Amerika Serikat sebagai kekuatan Hiper Power, PBB menjadi relatif lebih efektif untuk melegitimasi suatu tindakan internasional sebagai tindakan multilateral dan bukan tindakan unilateral atau sepihak. Upaya AS untuk mendapatkan dukungan atas inisiatifnya menyerbu Irak dengan melibatkan PBB, merupakan bukti diperlukannya legitimasi multilateralisme yang dilakukan lewat PBB.
Untuk mengatasi berbagai konflik bersenjata yang kerap meletus dengan cepat di berbagai belahan dunia misalnya, saat ini sudah ada usulan untuk membuat pasukan perdamaian dunia (peace keeping force) yang bersifat tetap dan berada di bawah komando PBB. Hal ini diharapkan bisa mempercepat reaksi PBB dalam mengatasi berbagai konflik bersenjata. Saat misalnya PBB telah memiliki semacam polisi tetap yang setiap saat bisa dikerahkan oleh Sekertaris Jendral PBB untuk beroperasi di daerah operasi PBB. Polisi PBB ini yang menjadi Civpol (Civilian Police/polisi sipil) pertama saat Timor Timur lepas dari Republik Indonesia.
Hubungan internasional telah bergeser jauh dari dunia eksklusif para diplomat dengan segala protokol dan keteraturannya, ke arah kerumitan dengan kemungkinan setiap orang bisa menjadi aktor dan memengaruhi jalannya politik baik di tingkat global maupun lokal. Pada sisi lain juga terlihat kemungkinan munculnya pemerintahan dunia dalam bentuk PBB, yang mengarahkan pada keteraturan suatu negara (konfederasi?).
·         Masyarakat
adalah sekumpulan orang orang yang mendiami wilayah suatu negara.
·         Kekuasaan
Dalam teori politik menunjuk pada kemampuan untuk membuat orang lain melakukan sesuatu yang tidak dikehendakinya. Max Weber menuliskan adanya tiga sumber kekuasaan: pertama dari perundangundangan yakni kewenangan; kedua, dari kekerasan seperti penguasaan senjata; ketiga, dari karisma.
·         Negara
negara merupakan suatu kawasan teritorial yang didalamnya terdapat sejumlah penduduk yang mendiaminya, dan memiliki kedaulatan untuk menjalankan pemerintahan, dan keberadaannya diakui oleh negara lain. ketentuan yang tersebut diatas merupakan syarat berdirinya suatu negara menurut konferensi Montevideo pada tahun 1933.
·         Pengambilan keputusan
politik adalah pengambilan keputusan melalui sarana umum, keputusan yang diambil menyangkut sector public dari suatu Negara. Yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan politik adalah siapa pengambil keputusan politik itu dan untuk siapa keputusan itu dibuat.
·         Kebijakan umum
Merupakan suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seseorang atau sekelompok politik dalam memilih tujuan dan cara mencapai tujuan itu sendiri.
·         Distribusi
Adalah pembagian dan pengalokasian nilai-nilai dalam masyarakat. Nilai adalah sesuatu yang diinginkan dan penting, nilai harus dibagi secara adil. Politik membicarkaan bagaimana pembagian dan pengalokasian nilai-nilai secara mengikat.

Definisi Strategi
Definisi Strategi. Strategi dalam pelaksanaan, yaitu upaya bagaimana mencapai tujuan atau sasaran yang ditetapkan sesuai dengan keinginan. Karena strategi merupakan upaya pelaksanaan, maka strategi pada hakikatnya merupakan suatu seni yang implementasinya didasari oleh intuisi, perasaan dan hasil pengalaman. Strategi juga dapat merupakan ilmu, yang langkah-langkahnya selalu berkaitan dengan data dan fakta yang ada. Seni dan ilmu digunakan sekaligus untuk membina atau mengelola sumber daya yang dimiliki dalam suatu rencana atau tindakan.
Strategi biasanya menjangkau masa depan, sehingga pada umumnya strategi disusun secara bertahap dengan memperhitungkan factor-faktor yang mempengaruhinya.

TINGKAT PENENTU KEBIJAKAN DALAM PEMERINTAHAN:
1)  Tingkat penentu kebijakan puncak
a)    Meliputi kebijakan tertinggi yang menyeluruh secara nasional dan mencakup penentuan undang-undang dasar.
b)    Dalam hal dan keadaan yang menyangkut kekuasaan kepala negara seperti tercantum pada pasal 10 sampai 15 UUD 1945, tingkat penentu kebijakan puncak termasuk kewenangan Presiden sebagai kepala negara.
2)  Tingkat kebijakan umum
Merupakan tingkat kebijakan di bawah tingkat kebijakan puncak, yang Iingkupnya menyeluruh nasional dan berisi mengenai masalah-masalah makro strategi guna mencapai idaman nasional dalam situasi dan kondisi tertentu.
3)  Tingkat penentu kebijakan khusus
Merupakan kebijakan terhadap suatu bidang utama pemerintah. Kebijakan ini adalah penjabaran kebijakan umum guna merumuskan strategi, administrasi, sistem dan prosedur dalam bidang tersebut. Wewenang kebijakan khusus ini berada di tangan menteri berdasarkan kebijakan tingkat di atasnya.
4)  Tingkat penentu kebijakan teknis
Kebijakan teknis meliputi kebijakan dalam satu sektor dari bidang utama dalam bentuk prosedur serta teknik untuk mengimplementasikan rencana, program dan kegiatan.
5)  Tingkat penentu kebijakan di daerah
Wewenang penentuan pelaksanaan kebijakan pemerintah pusat di daerah terletak pada Gubernur dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah pusat di daerahnya masing-masing.
Kepala daerah berwenang mengeluarkan kebijakan pemerintah daerah dengan persetujuan DPRD. Kebijakan tersebut berbentuk Peraturan Daerah (Perda) tingkat I atau II.

0 Strategi Pembangunan Nasional



Strategi Umum Pembangunan Nasional Dalam Repelita VI
Sebagai pembaharuan dari Repelita VI, prioritas diberikan pada pembangunan sektor-sektor di bidang ekonomi dengan keterkaitan antara industri dan pertanian serta bidang pembangunan lainnya seiring dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Pembangunan semakin difokuskan kepada unsure manusianya.
Prioritas yang semakin tinggi diberikan kepada peningkatan kualitas SDM. Di dalam sector pendidikan, pembangunan diarahkan pada peningkatan kualitas serta pemerataan pendidikan, terutama pendidikan dasar serta pendidikan kejuruan, untuk menghasilkan tenaga-tenaga terampil dan profesional yang memenuhi kebutuhan pembangunan. Selain itu, kita akan menuntaskan program Wajib Belajar (WAJAR) 9 tahun selambat-lambatnya pada akhir Repelita VIII. Derajat kesehatan juga akan ditingkatkan terus, karena selain memiliki tingkat pendidikan yang memadai, manusia Indonesia juga harus memiliki derajat kesehatan yang menunjang. Kualitas SDM yang meningkat tersebut akan berpengaruh, tidak saja pada pemecahan masalah produktivitas dan pertumbuhan ekonomi, namun juga akan berpengaruh pada pemecahan masalah-masalah kesenjangan, kemiskinan, lapangan kerja, dan stabilitas.
Pertumbuhan ekonomi yang memadai tetap diperlukan untuk mencapai sasaran umum Repelita
VI. Pertumbuhan ini, yang juga didorong oleh peningkatan kualitas SDM, antara lain diperlukan untuk menciptakan kesempatan kerja guna dapat menampung pertambahan angkatan kerja sekitar 12,6 juta selama 5 tahun tersebut. Dalam kurun waktu Repelita VI, pertumbuhan ekonomi diupayakan untuk mencapai rata-rata 7,1 persen setahun. Sementara itu, pertumbuhan penduduk diharapkan menurun menjadi sekitar 1,5 persen pada akhir Repelita VI. Dengan demikian, pada akhir Repelita VI pendapatan per kapita akan mencapai sekitar US$1.280.
Sesuai dengan GBHN 1993 yang menekankan pada pembangunan yang makin berkeadilan dan
merata dalam PJP II, maka upaya-upaya pemerataan pembangunan dan pengentasan kemiskinan terus akan ditingkatkan. Penciptaan kesempatan kerja produktif yang memadai, untuk memperkecil tingkat pengangguran terbuka maupun terselubung, merupakan salah satu upaya dalam rangka pemerataan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi diarahkan pada pola yang menunjang penciptaan kesempatan kerja yang produktif ini. Selain itu, sejak awal Repelita VI telah dilaksanakan program untuk menanggulangi secara khusus masalah kemiskinan, seperti misalnya Inpres Desa Tertinggal (IDT). Upaya ini telah dilengkapi dengan program Takesra/Kukesra yang dilaksanakan oleh Pemerintah bekerjasama dengan dunia usaha.
Untuk menunjang pertumbuhan dan pemerataan, stabilitas ekonomi akan terus dipertahankan agar senantiasa mantap. Dengan stabilitas ekonomi, dunia usaha akan lebih mempunyai kepastian dalam menjalankan maupun meningkatkan usahanya, yang pada gilirannya akan pula menciptakan kesempatan kerja. Selain itu, stabilitas ekonomi berarti daya beli masyarakat akan terlindungi, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah maupun masyarakat yang berpenghasilan tetap. Misalnya stabilitas harga kebutuhan pokok sangat mempengaruhi daya beli bagian terbesar masyarakat.
III. Pelaksanaan Repelita VI
Dalam melaksanakan pembangunan nasional kita berpedoman pada Trilogi Pembangunan. Kita
mengupayakan keserasian antara pertumbuhan, pemerataan dan stabilitas nasional. Karena disadari bahwa pertumbuhan yang terlalu cepat dapat mengabaikan pemerataan dan membahayakan stabilitas nasional.
Jika pemerataan yang terlalu ditekankan dengan mengorbankan pertumbuhan, maka daya dorong
peningkatan kesejahteraan masyarakat akan menurun dan pada gilirannya justru akan merugikan upaya pemerataan itu sendiri. Demikian juga halnya dengan keinginan untuk mempertahankan stabilitas nasional secara berlebihan, dapat mengurangi kemampuan untuk memeratakan pembangunan dan mempertahankan pertumbuhan yang memadai.
Trilogi Pembangunan ini, karena seringnya dituliskan dan diucapkan, kadang dirasakan sebagai
sesuatu yang cliche. Tetapi sesungguhnya, ia mempunyai makna yang dalam dan nilai implementasi yang tinggi. Dalam merancang dan melaksanakan APBN dalam dua tahun terakhir ini, selalu diupayakan agar pada akhir tahun anggaran dapat dihasilkan surplus anggaran. Surplus tersebut, bersama dengan kebijaksanaan moneter, ditujukan untuk menurunkan suhu perekonomian yang dianggap cukup panas seperti tercermin dalam inflasi dan defisit transaksi berjalan yang cukup tinggi.
Dalam merencanakan anggaran pembangunan misalnya kita mengupayakan pemerataan.
Kontribusi masyarakat dalam menciptakan pertumbuhan sudah semakin tinggi. Oleh karena itu
pemerintah, melalui anggaran pembangunannya, semakin banyak mencurahkan perhatian pada
pemerataan. Misalnya, untuk membiayai pengembangan pendidikan dan pelayanan kesehatan bagi masyarakat luas. Sejak awal Repelita VI kita juga memperkenalkan Inpres Desa Tertinggal (IDT) yang kini memasuki tahun keempat. Upaya besar ini akan terus berlanjut karena pada dasarnya dana IDT terus bergulir.
Meskipun anggaran pembangunan semakin diarahkan untuk upaya-upaya pemerataan, tidak
berarti upaya mendukung pertumbuhan dibaikan. Memang, swasta sudah semakin kuat, tetapi tidak semua investasi diminati oleh swasta misalnya untuk infrastruktur seperti listrik pedesaan, jalan di wilayah yang masih belum berkembang, dan sebagainya. Investasi semacam itu diperlukan, tidak saja sebagai upaya pemerataan, tetapi juga untuk menjamin bahwa pertumbuhan yang cukup tinggi dapat dipertahankan.
Kemungkinan untuk mencapai pertumbuhan yang cukup tinggi itu akan semakin besar dengan semakin banyaknya potensi nasional yang dapat kita manfaatkan.
Selain itu pemerintah, melalui kekuatan regulasinya, mengupayakan agar stabilitas juga terjaga.
Termasuk di sini adalah peraturan, yang baru dikeluarkan pada bulan Juli lalu, yang tidak memperkenankan dunia perbankan untuk memberikan kredit baru bagi pengadaan dan pengolahan tanah untuk para pengembang, kecuali untuk tujuan pembangunan rumah sederhana. Meskipun kredit macet di sector properti dewasa ini belum mengkhawatirkan, langkah tersebut di ambil sebagai tindakan berjaga-jaga agar nantinya tidak membahayakan tatanan keuangan nasional.
Dengan berpedoman pada Trilogi Pembangunan itu, perkembangan perekonomian Indonesia
dewasa ini tetap pada jalur yang mantap. Pada tahun 1996, laju pertumbuhan ekonomi kita mencapai 7,98 persen. Dengan demikian selama tiga tahun Repelita VI, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai sekitar 7,9 persen, dan telah di atas sasaran pertumbuhan rata-rata Repelita VI, bahkan yang telah direvisi, yaitu sebesar 7,1 persen. Momentum pertumbuhan yang relatif tinggi ini merupakan prestasi seluruh pengelola yang perlu dijaga kesinambungannya.
Kegiatan ekonomi masyarakat terus berkembang pesat dan strukturnya mulai berubah dengan
semakin berperannya sektor industri. Pada tahun 1996, kontribusi sektor pertanian menurun menjadi 16,5 persen, sedangkan sektor industri meningkat menjadi 25,5 persen.
Dengan pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi tersebut dan tingkat pertumbuhan penduduk
yang relatif rendah (sekitar 1,6 persen pada tahun 1996), maka pendapatan perkapita penduduk Indonesia di tahun 1996 telah mencapai sekitar Rp 2,7 juta atau setara dengan 1155 dolar Amerika Serikat, yang berarti meningkat sekitar 100 dolar terhadap tahun 1995.
Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi itu memungkinkan dilaksanakannya upaya-upaya
pemerataan. Hasilnya antara lain menurunnya jumlah penduduk miskin, baik secara absolut maupun secara relatif terhadap keseluruhan jumlah penduduk. Jumlah penduduk miskin diperkirakan sekitar 22,5 juta orang atau 11,3 persen penduduk Indonesia pada tahun 1996. Jika dibandingkan dengan kondisi pada tahun 1993, maka jumlah penduduk miskin telah turun sebesar 3,4 juta orang atau sekitar 2,3 persen.
Penurunan jumlah penduduk miskin dalam periode 1993-1996 tersebut tercatat lebih banyak dibandingkan periode 1990-1993. Adanya percepatan ini tidak terlepas dari berbagai program pemerataan yang dilaksanakan dalam Repelita VI.
Selain itu, upaya membangun lapisan usaha kecil dan menengah terus kita galakkan. Kegiatan
usaha kita memang masih di dominasi oleh sejumlah kecil pengusaha besar yang mempunyai aset besar. Sedangkan usaha kecil yang jumlahnya sangat besar hanya memiliki aset yang kecil. Sementara itu, lapisan pengusaha menengah belum berkembang secara sehat dan mantap. Dalam Repelita VI telah dikembangkan beberapa skim kredit dan pembiayaan serta pembinaan untuk usaha kecil dan menengah. Misalnya saja, melalui ketentuan bagi setiap bank untuk setidak-tidaknya menyalurkan kredit kepada usaha kecil sebesar 22,5% dari keseluruhan kredit yang disalurkannya. Contoh lain adalah digalakkannya modal ventura (venture capital), yang selain memperkuat modal usaha kecil juga sekaligus membina manajemen usahanya.
Prencapaian pertumbuhan yang disertai dengan pemeratan tersebut dapat berlangsung karena
stabilitas ekonomi yang semakin mantap. Hal ini tercermin dari laju inflasi yang semakin rendah, menuju sasaran yang kita canangkan dalam Repelita VI. Pada tahun 1996/97 laju inflasi telah turun menjadi 5,2 persen dibandingkan dengan tahun 1995/96 dan 1994/95 yang masing-masing sebesar 8,9 persen dan 8,6 persen. Kecenderungan menurunnya laju inflasi dalam periode yang cukup panjang dan secara tak terputus sangat penting artinya bagi masyarakat. Karena, pertama, kenaikan harga akan menjadi beban masyarakat, terutama masyarakat miskin yang pendapatannya sangat terbatas. Kedua, gejolak harga dapat ketidakpastian bagi dunia usaha sehingga mempersulit mereka dalam mempersiapkan dan melaksanakan rencana kegiatannya. Ketiga, dalam perekonomian yang semakin terbuka, laju inflasi di dalam negeri yang lebih tinggi dari laju inflasi mitra dagang kita dapat memperlemah daya saing produkproduk kita. Hal ini tidak saja untuk pasar ekspor kita, tetapi juga pasar domestik karena barang dan jasa semakin bebas bergerak dari satu negara ke negara lain. Kemantapan stabilitas ekonomi kita memang sedang mengalami ujian berat tahun 1997 ini.

Meskipun laju inflasi dapat kita kendalikan sebesar 3,2 persen selama periode Januari-Juli 1997,
kemungkinan inflasi meningkat cepat pada bulan-bulan selanjutnya dapat terjadi sebagai akibat musim kering yang panjang dalam tahun ini serta goncangan nilai tukar Rupiah yang baru saja mereda. Berbagai upaya saat ini sedang kita lakukan agar laju inflasi tetap terkendali antara lain dengan memantapkan distribusi bahan makanan pokok. Selain itu nilai tukar Rupiah diupayakan kembali mantap pada tingkat yang menunjang tercapainya sasaran pembangunan. Fenomena gejolak nilai tukar Rupiah, dan juga berbagai mata uang di kawasan ASEAN, merupakan fenomena baru bagi kita dan saat ini masih terus diwaspadai dan menjadi pusat perhatian utama di tanah air.



0 Sistem Politik Berbagai Negara

Perbedaan sistem politik antara negara satu dengan negara lain, merupakan hal yang wajar dan alami, karena setiap negara memiliki pengalaman sejarah yang berbeda-beda. Setiap negara memiliki ciri-ciri khusus, baik dari segi ideologi, sistem politik, karakter kehidupan sosial, corak kebudayaan, lingkungan alam yang tidak sama dengan bangsa-bangsa lain. Sejarah perjuangan suatu bangsa dan perkembangan politiknya ikut berperan dalam menentukan sistem politik yang dilandasi oleh ideologi, kepribadian bangsa, serta kondisi ekonomi, sosial, dan budaya dari negara yang bersangkutan.
1. Sistem Politik Negara-Negara Maju
Sistem politik beberapa negara maju akan diuraiakan untuk mengetahui perbedaan antara negara satu dengan negara lainnya, terutama negara-negara yang mewakili salah satu model system politik, misalnya sistim politik Inggris mewalili model demokrasi parlementer dengan corak liberal, rusia atau Uni Soviet mewakili demokrasi sosial/komunis, Amerika Serikat mewakili model demokrasi presidensial, prancil menggunakan model campuran antara system parlementer dan presidensial, dan system politik Jepang sebagai Negara kuat di Asia.
a. Sistim Politik Inggris dan Negara-Negara Eropa Barat
Untuk pertama kali dalam sejarah, rakyat inggris berjuang melawan kekuasaan raja yang memiliki kekuasaan raja yang memiliki kekuasaan mutlak atau absolut, dan berhasil memaksa rajanya untuk menandatangani piagam-piagam yang mengatur hak dan kewajiban raja Inggris. Piagam piagam itu sampai sekarang enjadi konstitusi bagi kerajaan Inggris. Piagam Magna Charta 1215 disebut The Great Council, multi-multi adalah suatu Dewan Penasehat Raja yang terdiri pada Baron (bangsawan) yang mewakili daerahnya. Perkembangan selanjutnya, ternyata The Great Council ini merupakan benih demokrasi karena dewan itu kelak berubah menjadi parlemen yang beranggotakan wakil-wakil rakyat yang dipilih melalui pemilihan umum.
Sistem politik di Inggris adalah demokrasi dengan sistem parlementer yang menganut aliran liberalistik, yaitu mendasarkan dan mengutamakan kebebasan individu yang seluas-luasnya. Sistem politik Inggris kemudian banyak dipraktikkan pula di negara-negara Eropa Barat.
Raja atau ratu merupakan lambang persatuan dan kesatuan, yang
senantiasa dibanggakan, adat dan tradisi dipertahankan, pemerintahan dijalankan oleh Perdana Menteri yang dikuasai oleh partai yang menang dalam pemilihan umum. Namun demikian, partai oposisi tetap sebagai pendamping. Secara keseluruhan, mereka bekerja untuk raja atau ratu. Partai-partai yang memperebutkan kekuatan di parlemen adalah Partai Konservatif dan Partai Buruh. Parlemen Inggris terdiri atas dua kamar, yaitu House House of Commons yang diketuai perdana menteri, dan House of Lords. Inggris dikenal sebagai negara induknya parlemen, dan sistem pemerintahan kerajaan. Inggris dijadikan model pemerintahan perlementer yang menganut paham liberal.
b. Sistem Politik Uni Soviet (Masa Lalu) dan Negara-Negara Eropa Timur
Sistem pemerintahan di Eropa Timur dikenal dengan sistem pemerintahan proletaris atau komunis. Komunisme multi-multi muncul di Uni Soviet, karena merupakan hasil revolusi 1917 yang meruntuhkan kekuasaan Tsar yang telah berusia ratusan tahun. Semula mereka berkeinginan untuk meniadakan kediktatoran lalu mendirikan pemerintahan rakyat. Berdasar dari tinjauan filosofis Karl Marx dan Lenin tentang tujuan manusia dan negara, mereka menolak pertimbangan moral, agama dianggap sebagai kendala, senantiasa mencanangkan propaganda anti imperialis dan kapitalis, serta membangkitkan kebanggaan berjuang untuk kemegahan negara.
Dalam sistem ini, usaha pertama sebenarnya ditujukan untuk kemakniuran rakyat hanyak (kaum proletar, tetapi karena kemudian rakyat banyak tersebut dihimpun dalam organisasi kep ataian (buruh tani, pemuda, wanita) maka akhirnya menjadi dorninasi partai tunggat yang mutlak, yaitu partai komunis. Ajaran komunis berpangkal dari ajaran Marxisme dan Leninisme, yaitu-bermula dari ajaran Karl Marx (1818¬1883) yang kemudian dipraktikkan oleh Lenin dengan mendirikan pemerintahan komunis di Uni Soviet. Di samping itu,Yoseph Stalin (1879-1953) mempunyai peranan penting pula dalam menyebar luaskan komunis, karna Stalin yang menjadi Sekretaris Jenderal Partai Komunis pada tahun 1922, berhasil melebarkan pengaruhnya ke negara-negara Eropa Timur, yaitu Cekoslovakia, Jerman Timur, Yugoslavia, Polandia, Hongaria, dan lain-lain. Sedangkan di Asia, negarawan Cina yaitu Mao Tse Tung merupakan tokoh kuat yang menyebarkan komunis di seluruh dunia.
Paham komunis mengutamakan kepentingan kolektif dan menghapuskan hak individu untuk kemudian menjadi pejuang-pejuang partai. Partai komunis menjadi satu-satunya partai yang tidak memiliki saingan, dan monopoli keadaan, mendominasi, keinginan partai komunis adalah keinginan negara. Inilah yang kemudian dikenal dengan istilah diktator-proletariat.
Lembaga tertinggi di Negara ini adalah Supreme Soviet yang terdiri dari dua kamar dan masing-masing mempunyai kekuasaan yang seimbang. Lembaga tersebut, yaitu Soviet of the Union, dan Soviet of the Nationalities. Di dalam Supreme Soviet dibentuk lagi sebuah Presidium yang ketuanya menjadi Presiden Rusia. Pada prinsipnya lembaga keperesidenan ini bersifat kolektif yang terdiri dari 1 (satu) orang ketua, 1 (satu) orang wakil ketua pertama ditambah dengan wakil ketua lain, yang diambil dari 15 (limabelas) orang para ketua Soviet Tertinggi dari 15 (lima belas) Uni Republik, 1 (satu) orang sekretaris, dan 21 (dua puluh satu) orang anggota. Perkembangan selanjutnya setelah runtuhnya Uni Soviet, masing-masing republiknya bersatu dalam CIS ( Commontwealth of Independent Srates).
c. Sistem Politih Amerika Serikat
Amerika Serikat adalah negara federal ( negara serikat ) yang terdiri dari negara¬-negara bagian yang sama sekali terpisah dengan negara induknya, kecuali dalam keamanan bersama. Bahkan negara-negara bagian mempunyai undang-undang sendiri. Amerika Serikat adalah satu-satunya negara yang melaksanakan teori Trias Politica secara konsekuen, yaitu pemisahan kekuasaan dengan tegas antara badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Badan legislatif terdiri dari dua kamar (bicameral), yaitu Senate yang beranggotakan wakil-wakil negara bagian, masing-masing 2 (dua) orang senator, dan House of Representative beranggotakan wakil-wakil dari negara bagian yang jumlahnya tergantung dari jumlah penduduk masing-masing negara bagian. Presiden melakukan kekuasaan eksekutif, dan dipilih langsung oleh rakyat. Kekuasaan legislatif dilaksanakan oleh Congress (Senate dan House of Representative), sedangkan kekuasaan yudikatif dilakukan oleh Mahkamah Agung (Supreme Court of Justice).
Setelah Congress menyusun sebuah rancangan undang-undang, kemudian rancangan itu diserahkan kepada presiden untuk mendapatkan pengesahan. Apabila presiden tidak menyetujui isi rancangan undang-undang itu, presiden berhak untuk menolaknya dan tidak mengesahkannya (hak veto). Rancangan undang-undang yang diveto oleh presiden diserahkan kembali kepada Congress, Congress akan meninjaunya kembali dengan memerhatikan keberatan-keberatan yang diajukan oleh presiden. Apabila dari hasil peninjauan Congress itu ternyata bahwa sedikitnya 2/3 dari seluruh anggota Congress tetap menyetujui rancangan undang-undang itu maka rancangan undang-undang itu harus disahkan oleh presiden. Dengan sistem pemisahan kekuasaan ini, akan terjadi check and balance yang benar-benar sempurna antarlembaga-lembaga kekuasaan tersebut.
Semua negara bagian harus berbentuk republik dan tidak boleh bertentangan dengan konstitusi. Di negara ini, hanya ada dua partai politik yang memperebutkan jabatan politik, yaitu Partai Demokrasi dan Partai Republik. Hampir setiap saat rakyat Amerika Serikat melakukan pemilihan umum dalam rangka pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan gubernur dan wakil gubernur, walikota, dewan kota, anggota Senat, anggota House of Representative, dan pejabat-pejabat politik di negara bagian. Sistem pemerintahan yang dijalankan di Amerika Serikat adalah sistem presidensial.
Indonesia juga menerapkan sistem pemerintahan presidensial, namun tidak menganut sistem pemisahan kekuasaan, melainkan sistem pembagian kekuasaan, artinya antara kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif tidak benar-benar terpisah tetapi masih ada hubungan kerja sama antara lembaga satu dan lembaga lainnya.
d. Sistem Politik Prancis
Bermuda dari refolusi Prancis tahun 1789, rakyat menjebol penjara Bastille yang merupakan lembaga monarki absolut, dan berlanjut dengan hubungan mati bagi raja Louis XIV sekeluarga, penghapusan hak-hak istimewa kaum bngsawan, serta ditetapkannya pernyataan hak asasi dan warga negara (Declaration des droits de I’ home et ducitoyen) maka pemerintahan demokrasi di Prancis dimulai dengan semboyam liberti, egalite, fraternite Kemerdekaan, persamaan, Persaudaraan/Persatuan).
Seperti halnya di Indonesia, kita mengenal pemerintahan Orde Lama, dan orde baru maka di Prancis pun dikenal pula adanya pemerintahan pada republic negara Republik Kesatuan.
Sejak pemerintahan republik kelima (1958), kedudukan presiden dapal dapat dikatakan kuat, karena walaupun dewan materi dipimpin oleh perdana menteri, tetapi presidenlah yang mengangkat perdana menteri, dan presidenlah yang mengetuai sidang kabinet. Kedudukan parlemen juga kuat, karena dapat menjatuhkan perdana menteri dengan mosi tidak percaya, tetapi tidak dapat menjatuhkan presiden, bahkan sebaliknya presiden dapat membubarkan parlemen (Assemble National ). Presider merupakan pelindung (Protektor) konstitusi dan pelerai (arbiter) dalam tiap persoalan yang, timbul di antara lembaga-lembaga pemerintahan. Dewan menteri (kabinel) bertanggung jawab kepada Assemble Nationale. Badan legislatif (parlemen) terdi dari dua kamar, yaitu senat dan assemble rationale.
e. Sistem Politik Jepang
Jepang telah mengalami berbagai masalah besar, baik dalam Perang Dunia Pertama maupun Perang Dunia Kedua. Dalam perang Dunia Kedua, Jepang, Italia, dan Jerman dikeroyok oleh pasukan multinasional pada waktu itu, yang beranggotakan hampir seluruh negara-negara di dunia yang dipimpin Amerika Serikat, Soviet, dan Inggris. Kemudian Jepang, Jerman, dan Italia kalah. Jepang menyerah tanpa syarat kepada tentara sekutu setelah Hiroshima dan Nagasaki dijatuhi Bom Atom.
Mengenai sistem politiknya, perdana menteri Jepang mengepalai sebuah kabinet, dan sekaligus memimpin partai mayoritas di Majelis Rendah (Shugiin), dan secara kolektif bertanggung jawab kepada Parlemen yang disebut Diet/Kokkai. Perdana menteri dan kabinetnya harus meletakkan jabatan bila tidak memperoleh kepercayaan lagi dari Majelis Rendah. Parlemen Jepang terdiri dari dua badan, yaitu Majelis Rendah (Shugiin) dan Majelis Tinggi (Sangiin). Majelis Tinggi terdiri dari wakil rakyat yang mewakili seluruh rakyat Jepang, yang sebelum Perang Dunia Kedua badan ini hanya diisi oleh kaum bangsawan. Majelis ini berhak menangguhkan berlakunya suatu undang-undang. Majelis rendah memegang kekuasaan legislatif yang sebenarnya. Anggotanya dipilih setiap empat tahun sekali, kecuali apabila dibubarkan lebih awal dari masa yang telah ditentukan. Kekuasaan yudikatif diserahkan kepada Mahkamah Agung yang membawahi badan-badan peradilan yang didirikan berdasarkan undang-undang.
2. Sistem Politik di Negara-Negara Berkembang
Untuk sistem politik di negara-negara berkembang akan dibahas sistem poilik Cina, Iran, dan Arab Saudi, dan Israel yang merupakan contoh berbagai system politik yaitu sistem demokrasi rakyat (komunis), sistem politik di negara-negara Islam, dan sistem demokrasi parlementer di Israel.
a. Sistem Politik Cina
Republik Rakyal Cina berdiri tahun 1949 setelah menumbangkan dinasti Cing yang berusia ratusan tahun. Tetapi barusan secara konstitusi cina ditetapkan dalam congress rakyat nasional, yang menyebutkan antra lain bahwa demokrasi rakyat di pimpin oleh kelas pekerja dalam hal ini dikelola oleh Partai Komunis Cina sebagai inti kepemimpinan pemerintah.
Dalam kuasa eksekutif, jabatan kepala negara dihapuskan maka orang pertama dalam kepemimpinan Partai Komunis Cina yang menggantikan jabatan ini yaitu ketua Partai itu sendiri, sedangkan Sekretaris Jenderal partai merupakan penyelenggara pemerintahan tertinggi setingkat Perdana Menteri. Kekuasaan legislatif dipegang oleh kongres rakyat nasional-yang didominasi oleh Partai Komunis Cina. Kekuasaan yudikatif dijalankan secara bertingkat oleh pengadilan rakyat dibawah pimpinan Mahkamah Agung Cina. Pengadilan rakyat bertanggung jawab kepada kongres rakyat di setiap tingkatan, namun karena perwakilan rakyat tersebut didominasi oleh Partai Komunis Cina maka demokrasi masih sulit terwujud meskipun usaha perubahan dilakukan terus-menerus dalam reformasi yang dicanangkan dalam rangka menghadapi era globalisasi.
b. Sistem Politik Iran
Dalam sistem pemerintahan Republik Islam Iran sejak jatuhnya dinasti Syah Iran, sebagai kepala negara adalah Imam kedua belas yang diwakili oleh Fakih atau Dewan Faqih (Dewan Keimanan). Kepala pemerintahan dipegang oleh seorang presiden yang walaupun diangkat oleh rakyat, tetapi diangkat, dilantik, dan diberhentikan oleh Faqih atau Dewan Faqih. Penentuan seseorang untuk menjadi Faqih dan Ayatullah adalah berdasarkan kemampuan yang bersangkutan mengenai Al-Quran.
Ketua kabinet dipegang oleh perdana menteri yang dipilih, diangkat, da diberhentikan oleh presiden setelah mendapat persetujuan dari badan legislative (Dewa Pertimbangan Nasional Iran). Kabinet bertanggung jawab kepada Dewan Pertimbangan Nasional Iran. Badan legislatif ini selain membuat undang-undang juga bertugas mengawasi badan eksekutif. Dalam membuat undang-undang harus disesuaikan dengan Al-quran dan Al Hadis.
Di samping itu, dikenal pula-Dewan pelindung konstitusi yang disebut Dewan Perwalian (Syura ne Gahden) yang bertugas mengawasi agar undang-undang yang dibuat oleh Dewan Pertimbangan Nasional Iran tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan konstitusi Iran. Anggota-anggota Dewan Perwalian terdiri dari para pakar sebagai berikut:
1) Para anggota yang diambil dari ahli hukum Islam yang terkenal saleh dalam beribadah menjalankan syariat Islam, dan ditunjuk oleh Dewan Keimanan.
2) Para anggota yang diambil dari para ahli hokum dari berbagai cabang ilmu hukum , yang terdiri dari hakim-hakim Islam. Mereka juga mendapat ijin dari Mahkamah Agung Iran beserta pengesahan dari Dewar Pertimbangan Nasional Iran.
c. Sistem Politik Arab Saudi
Kekuasaan eksekutif Arab Saudi dipegang oleh kepala negara (raja) yang sekaligus menjabat sebagai perdana menteri dan pimpinan agama tertinggi. Tidak ada partai politik yang bertinak sebagai oposisi, tidak ada konstitusi kecuali al-Quran sebagai kitab suci mereka, namun tidak sepenuhnya diikuti dalam hal penyelenggaraanpemerintah. Karena kompleksnya bidang pemerintahan maka dibentuklah departemen-departemen yang yang pejabatnya selurunya dari keluarga istana.
Menghadapi era globalisasi, baru beberapa when icrakhir ini Arab Saudi membentuk badan legislatif (Majelis Syura). Mengenai badan yudikatif, sistem peradilan terdiri dari pengadilan¬pengadilan biasa, Pengadilan Tinggi Agama Islam di Makkah dan Jedah serta sebuah Mahkamah Banding. Sistem hukum bersumber dari Alquran yang penjabarannya diambil dari Hadis. Di samping itu juga berlaku hukum adat dan hukum suku-suku. Sistem kerja peradilan diawasi oleh Komisi pengawas Pengadilan yang diangkat oleh raja.
Sistem pernerintahan daerah dibagi atas beberapa wilayah propinsi yang masing-masing dipimpin oleh seorang gubernur, sedangkan beberapa kota penting dipimpin oleh walikota. Gubernur dan walikota diangkat atas persetujuan raja.
d. Sistem Politik Israel
Israel adalah penganut demokrasi parlementer yang meliputi kekuasaan legislaif, eksekutif, dan yudikatif, ketiga kekuasaan ini saling mengawasi. Kekuasaan yudikatifnya cukup independen, sedangkan kekuasaan legislatif cukup dominan karena merupakan tempat badan eksekutif bertanggung jawab. Kekuasaan eksekutif dipimpin oleh seorang perdana menteri yang dibantu oleh sejumlah menteri. Para menteri di pilih oleh partai dan bertanggung jawab kepada anggota partainya. Perdana menteri tidak bisa mencampuri pilihan partai, sehingga susunan kabinet dapat berubah setiap waktu. Presiden Israel disebut Nasi, dipilih oleh parlemen (Knesset) untuk masa jabatan lima tahun, tetapi boleh menduduki dua kali masa jabatan. Presiden juga dapat menunjuk anggota legislatif.
Dengan mempelajari berbagai sistem politik dari beberapa negara maka dapal diainbil manfat yang luas untuk memahami dan menerima kenyataan bahwa setiap bangsa dan negara berhak menentukan dan mengatur sistem politiknya dalam rangka mencapai cita-cita bangsa dan tujuan negaranya.







Strategi Pembangunan Nasional
Strategi Umum Pembangunan Nasional Dalam Repelita VI
Sebagai pembaharuan dari Repelita VI, prioritas diberikan pada pembangunan sektor-sektor di bidang ekonomi dengan keterkaitan antara industri dan pertanian serta bidang pembangunan lainnya seiring dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Pembangunan semakin difokuskan kepada unsure manusianya.
Prioritas yang semakin tinggi diberikan kepada peningkatan kualitas SDM. Di dalam sector pendidikan, pembangunan diarahkan pada peningkatan kualitas serta pemerataan pendidikan, terutama pendidikan dasar serta pendidikan kejuruan, untuk menghasilkan tenaga-tenaga terampil dan profesional yang memenuhi kebutuhan pembangunan. Selain itu, kita akan menuntaskan program Wajib Belajar (WAJAR) 9 tahun selambat-lambatnya pada akhir Repelita VIII. Derajat kesehatan juga akan ditingkatkan terus, karena selain memiliki tingkat pendidikan yang memadai, manusia Indonesia juga harus memiliki derajat kesehatan yang menunjang. Kualitas SDM yang meningkat tersebut akan berpengaruh, tidak saja pada pemecahan masalah produktivitas dan pertumbuhan ekonomi, namun juga akan berpengaruh pada pemecahan masalah-masalah kesenjangan, kemiskinan, lapangan kerja, dan stabilitas.
Pertumbuhan ekonomi yang memadai tetap diperlukan untuk mencapai sasaran umum Repelita
VI. Pertumbuhan ini, yang juga didorong oleh peningkatan kualitas SDM, antara lain diperlukan untuk menciptakan kesempatan kerja guna dapat menampung pertambahan angkatan kerja sekitar 12,6 juta selama 5 tahun tersebut. Dalam kurun waktu Repelita VI, pertumbuhan ekonomi diupayakan untuk mencapai rata-rata 7,1 persen setahun. Sementara itu, pertumbuhan penduduk diharapkan menurun menjadi sekitar 1,5 persen pada akhir Repelita VI. Dengan demikian, pada akhir Repelita VI pendapatan per kapita akan mencapai sekitar US$1.280.
Sesuai dengan GBHN 1993 yang menekankan pada pembangunan yang makin berkeadilan dan
merata dalam PJP II, maka upaya-upaya pemerataan pembangunan dan pengentasan kemiskinan terus akan ditingkatkan. Penciptaan kesempatan kerja produktif yang memadai, untuk memperkecil tingkat pengangguran terbuka maupun terselubung, merupakan salah satu upaya dalam rangka pemerataan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi diarahkan pada pola yang menunjang penciptaan kesempatan kerja yang produktif ini. Selain itu, sejak awal Repelita VI telah dilaksanakan program untuk menanggulangi secara khusus masalah kemiskinan, seperti misalnya Inpres Desa Tertinggal (IDT). Upaya ini telah dilengkapi dengan program Takesra/Kukesra yang dilaksanakan oleh Pemerintah bekerjasama dengan dunia usaha.
Untuk menunjang pertumbuhan dan pemerataan, stabilitas ekonomi akan terus dipertahankan agar senantiasa mantap. Dengan stabilitas ekonomi, dunia usaha akan lebih mempunyai kepastian dalam menjalankan maupun meningkatkan usahanya, yang pada gilirannya akan pula menciptakan kesempatan kerja. Selain itu, stabilitas ekonomi berarti daya beli masyarakat akan terlindungi, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah maupun masyarakat yang berpenghasilan tetap. Misalnya stabilitas harga kebutuhan pokok sangat mempengaruhi daya beli bagian terbesar masyarakat.
III. Pelaksanaan Repelita VI
Dalam melaksanakan pembangunan nasional kita berpedoman pada Trilogi Pembangunan. Kita
mengupayakan keserasian antara pertumbuhan, pemerataan dan stabilitas nasional. Karena disadari bahwa pertumbuhan yang terlalu cepat dapat mengabaikan pemerataan dan membahayakan stabilitas nasional.
Jika pemerataan yang terlalu ditekankan dengan mengorbankan pertumbuhan, maka daya dorong
peningkatan kesejahteraan masyarakat akan menurun dan pada gilirannya justru akan merugikan upaya pemerataan itu sendiri. Demikian juga halnya dengan keinginan untuk mempertahankan stabilitas nasional secara berlebihan, dapat mengurangi kemampuan untuk memeratakan pembangunan dan mempertahankan pertumbuhan yang memadai.
Trilogi Pembangunan ini, karena seringnya dituliskan dan diucapkan, kadang dirasakan sebagai
sesuatu yang cliche. Tetapi sesungguhnya, ia mempunyai makna yang dalam dan nilai implementasi yang tinggi. Dalam merancang dan melaksanakan APBN dalam dua tahun terakhir ini, selalu diupayakan agar pada akhir tahun anggaran dapat dihasilkan surplus anggaran. Surplus tersebut, bersama dengan kebijaksanaan moneter, ditujukan untuk menurunkan suhu perekonomian yang dianggap cukup panas seperti tercermin dalam inflasi dan defisit transaksi berjalan yang cukup tinggi.
Dalam merencanakan anggaran pembangunan misalnya kita mengupayakan pemerataan.
Kontribusi masyarakat dalam menciptakan pertumbuhan sudah semakin tinggi. Oleh karena itu
pemerintah, melalui anggaran pembangunannya, semakin banyak mencurahkan perhatian pada
pemerataan. Misalnya, untuk membiayai pengembangan pendidikan dan pelayanan kesehatan bagi masyarakat luas. Sejak awal Repelita VI kita juga memperkenalkan Inpres Desa Tertinggal (IDT) yang kini memasuki tahun keempat. Upaya besar ini akan terus berlanjut karena pada dasarnya dana IDT terus bergulir.
Meskipun anggaran pembangunan semakin diarahkan untuk upaya-upaya pemerataan, tidak
berarti upaya mendukung pertumbuhan dibaikan. Memang, swasta sudah semakin kuat, tetapi tidak semua investasi diminati oleh swasta misalnya untuk infrastruktur seperti listrik pedesaan, jalan di wilayah yang masih belum berkembang, dan sebagainya. Investasi semacam itu diperlukan, tidak saja sebagai upaya pemerataan, tetapi juga untuk menjamin bahwa pertumbuhan yang cukup tinggi dapat dipertahankan.
Kemungkinan untuk mencapai pertumbuhan yang cukup tinggi itu akan semakin besar dengan semakin banyaknya potensi nasional yang dapat kita manfaatkan.
Selain itu pemerintah, melalui kekuatan regulasinya, mengupayakan agar stabilitas juga terjaga.
Termasuk di sini adalah peraturan, yang baru dikeluarkan pada bulan Juli lalu, yang tidak memperkenankan dunia perbankan untuk memberikan kredit baru bagi pengadaan dan pengolahan tanah untuk para pengembang, kecuali untuk tujuan pembangunan rumah sederhana. Meskipun kredit macet di sector properti dewasa ini belum mengkhawatirkan, langkah tersebut di ambil sebagai tindakan berjaga-jaga agar nantinya tidak membahayakan tatanan keuangan nasional.
Dengan berpedoman pada Trilogi Pembangunan itu, perkembangan perekonomian Indonesia
dewasa ini tetap pada jalur yang mantap. Pada tahun 1996, laju pertumbuhan ekonomi kita mencapai 7,98 persen. Dengan demikian selama tiga tahun Repelita VI, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai sekitar 7,9 persen, dan telah di atas sasaran pertumbuhan rata-rata Repelita VI, bahkan yang telah direvisi, yaitu sebesar 7,1 persen. Momentum pertumbuhan yang relatif tinggi ini merupakan prestasi seluruh pengelola yang perlu dijaga kesinambungannya.
Kegiatan ekonomi masyarakat terus berkembang pesat dan strukturnya mulai berubah dengan
semakin berperannya sektor industri. Pada tahun 1996, kontribusi sektor pertanian menurun menjadi 16,5 persen, sedangkan sektor industri meningkat menjadi 25,5 persen.
Dengan pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi tersebut dan tingkat pertumbuhan penduduk
yang relatif rendah (sekitar 1,6 persen pada tahun 1996), maka pendapatan perkapita penduduk Indonesia di tahun 1996 telah mencapai sekitar Rp 2,7 juta atau setara dengan 1155 dolar Amerika Serikat, yang berarti meningkat sekitar 100 dolar terhadap tahun 1995.
Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi itu memungkinkan dilaksanakannya upaya-upaya
pemerataan. Hasilnya antara lain menurunnya jumlah penduduk miskin, baik secara absolut maupun secara relatif terhadap keseluruhan jumlah penduduk. Jumlah penduduk miskin diperkirakan sekitar 22,5 juta orang atau 11,3 persen penduduk Indonesia pada tahun 1996. Jika dibandingkan dengan kondisi pada tahun 1993, maka jumlah penduduk miskin telah turun sebesar 3,4 juta orang atau sekitar 2,3 persen.
Penurunan jumlah penduduk miskin dalam periode 1993-1996 tersebut tercatat lebih banyak dibandingkan periode 1990-1993. Adanya percepatan ini tidak terlepas dari berbagai program pemerataan yang dilaksanakan dalam Repelita VI.
Selain itu, upaya membangun lapisan usaha kecil dan menengah terus kita galakkan. Kegiatan
usaha kita memang masih di dominasi oleh sejumlah kecil pengusaha besar yang mempunyai aset besar. Sedangkan usaha kecil yang jumlahnya sangat besar hanya memiliki aset yang kecil. Sementara itu, lapisan pengusaha menengah belum berkembang secara sehat dan mantap. Dalam Repelita VI telah dikembangkan beberapa skim kredit dan pembiayaan serta pembinaan untuk usaha kecil dan menengah. Misalnya saja, melalui ketentuan bagi setiap bank untuk setidak-tidaknya menyalurkan kredit kepada usaha kecil sebesar 22,5% dari keseluruhan kredit yang disalurkannya. Contoh lain adalah digalakkannya modal ventura (venture capital), yang selain memperkuat modal usaha kecil juga sekaligus membina manajemen usahanya.
Prencapaian pertumbuhan yang disertai dengan pemeratan tersebut dapat berlangsung karena
stabilitas ekonomi yang semakin mantap. Hal ini tercermin dari laju inflasi yang semakin rendah, menuju sasaran yang kita canangkan dalam Repelita VI. Pada tahun 1996/97 laju inflasi telah turun menjadi 5,2 persen dibandingkan dengan tahun 1995/96 dan 1994/95 yang masing-masing sebesar 8,9 persen dan 8,6 persen. Kecenderungan menurunnya laju inflasi dalam periode yang cukup panjang dan secara tak terputus sangat penting artinya bagi masyarakat. Karena, pertama, kenaikan harga akan menjadi beban masyarakat, terutama masyarakat miskin yang pendapatannya sangat terbatas. Kedua, gejolak harga dapat ketidakpastian bagi dunia usaha sehingga mempersulit mereka dalam mempersiapkan dan melaksanakan rencana kegiatannya. Ketiga, dalam perekonomian yang semakin terbuka, laju inflasi di dalam negeri yang lebih tinggi dari laju inflasi mitra dagang kita dapat memperlemah daya saing produkproduk kita. Hal ini tidak saja untuk pasar ekspor kita, tetapi juga pasar domestik karena barang dan jasa semakin bebas bergerak dari satu negara ke negara lain. Kemantapan stabilitas ekonomi kita memang sedang mengalami ujian berat tahun 1997 ini.

Meskipun laju inflasi dapat kita kendalikan sebesar 3,2 persen selama periode Januari-Juli 1997,
kemungkinan inflasi meningkat cepat pada bulan-bulan selanjutnya dapat terjadi sebagai akibat musim kering yang panjang dalam tahun ini serta goncangan nilai tukar Rupiah yang baru saja mereda. Berbagai upaya saat ini sedang kita lakukan agar laju inflasi tetap terkendali antara lain dengan memantapkan distribusi bahan makanan pokok. Selain itu nilai tukar Rupiah diupayakan kembali mantap pada tingkat yang menunjang tercapainya sasaran pembangunan. Fenomena gejolak nilai tukar Rupiah, dan juga berbagai mata uang di kawasan ASEAN, merupakan fenomena baru bagi kita dan saat ini masih terus diwaspadai dan menjadi pusat perhatian utama di tanah air.